Gadis itu mengambil kelopak sakura yang jatuh di bajunya. Ia memandang dengan tatapan kosong ke pohon sakura. Entahlah apa yang ia pikir kan sekarang. “konnichiwa” sapa seorang gadis bermata coklat di belakang. “konnichiwa” kata gadis berambut pirang itu masih duduk di bangku taman. “oh iya, kenalkan watashi wa namae Rena, Rena Nayaka. Anata?” tanya gadis bermata coklat itu lalu duduk di bangku sebelah gadis berambut pirang. “watashi wa namae Aruchan, Aruchan Morikawa. “kata gadis berambut pirang itu. Gadis bernama Rena itu tersenyum, senyumnya sangat manis dengan lesung pipitnya itu. “nama yang indah” kata Rena. “arigatou gozaimasu” kata Aruchan tersenyum manis hingga memperlihatkan eye smile nya. “oh iya, ngomong-ngomong kau murid di Saitama High School juga ya” kata Rena. “iya” jawab Aruchan singkat. “lalu apa yang kau lakukan disini?” tanya Rena. Aruchan terdiam sesaat mencerna perkataan Rena. “aku? Aku tak tahu apa yang kulakukan disini. Aku hanya heran mengapa bunga seindah ini harus gugur dan bersemi 1 tahun sekali? Tidakkah bunga ini bisa abadi?” jawab Aruchan. “pertanyaan yang polos” kata Rena sambil tersenyum. Rena menarik nafas dan ia mulai menjawab perkataan Aruchan. “kau tahu? Sakura ini tak akan bisa abadi. Karena dia sudah mempunyai takdirnya sendiri. Begitu juga kau. Kau akan pergi meninggalkan dunia entah cepat atau lambat.” perkataan Rena membuat Aruchan terdiam sesaat, ia mencoba untuk mengerti apa yang dikatakan Rena. “lihat lah ranting sakura di atas sana” kata Rena sambil menunjuk sebuah ranting sakura jauh diatas sana. Aruchan pun melihat ke atas, ia tak mengerti maksud Rena. “kau tahu? Apa kau bisa menebak dan memastikan mana bunga sakura yang akan jatuh duluan?” tanya Rena. “tentu saja tidak. Mustahil” jawab Aruchan. Rena lagi-lagi tersenyum. “begitu juga kehidupan, kau tidak akan pernah tahu kapan malaikat maut akan menjemputmu pergi bukan?” Aruchan terdiam lagi, semua yang dikatakan Rena benar. “kau benar. Arigatou gozaimasu atas penjelasannya” kata Aruchan datar. “do itte” kata Rena tersenyum sambil menjulurkan tangannya. Aruchan terdiam menatap Rena. “kalau kau mau, aku ingin menjadi sahabatmu” tawar Rena. Tanpa ragu lagi Aruchan pun menjulurkan tangannya dan mereka saling bersalaman. Rena dan Aruchan saling tersenyum bahagia dan mereka pun tertawa di bawah pohon sakura.
Keesokan harinya Di Saitama high school seperti sedang ada sebuah berita besar. Aruchan yang penasaran pun menuju ke arah murid-murid yang sedang bergerombol di mading. Saat Aruchan datang semua murid seolah-olah menyingkir. Aruchan hanya terdiam, ia bingung dengan keadaan ini. Aruchan pun melihat ke papan mading dan… “ya tuhan, siapa yang melakukan ini?!” batin Aruchan. Aruchan jelas kaget saat fotonya di pasang besar-besaran di mading. Yang parahnya fotonya itu diambil saat ia dan Ryusuke sedang bermain sepeda bersama. “katakan, siapa yang memasang foto ini! Ayo jawab!” teriak Aruchan. Semua murid terdiam. “arghh!!! Tak akan ku ampuni yang memasang foto disini!” gerutu Aruchan sambil membuka kunci kaca mading. “oh ternyata… Ada kucing kecil yang merusak kebahagiaan ini.” kata seseorang. Aruchan kenal suara itu. “Runa?! Katakan, apa kau yang memasang foto ini?!” geram Aruchan. “kalau iya memang kenapa?” jawab Runa. “Aruchan!” teriak Hanako. “Aruchan, ada apa ini?!” tanya Hanako. “kau lihat saja sendiri!” jawab Aruchan kesal. Hanako melihat mading, dan sekarang ia tahu apa yang sedang terjadi. “anak inilah penyebar gosip di sekolah kita!” kata Aruchan sambil menunjuk Runa. “lalu? Apa masalahmu?” ejek Runa. Aruchan yang tampaknya kehabisan kesabaran mendekati Runa. “kau tahu?! Kau sudah melakukan pencemaran nama baik terhadapku! Dan, aku sangat sangat tidak terima!” bentak Aruchan. “hahaha lalu? Apa urusannya denganku? Aku tak salahkan? Aku hanya bersenang-senang denganmu!” kata Runa sambil mendorong Aruchan. “oh begitu, baiklah kalau kau memang ingin bersenang-senang denganku!” kata Aruchan marah. Ia sudah bersiap memukul Runa, tetapi tangannya di tahan seseorang. “Ryu?! Apa yang kau lakukan! Lepaskan aku!” berontak Aruchan. “pagi-pagi kau sudah membuat onar nona Morikawa” kata Ryu datar. “aku? Kau jangan seenaknya berkata seperti itu! Kau lihat di mading!” kata Aruchan. Ryu pun menengok ke arah mading. Ia tampak sangat terkejut. “siapa yang melakukan ini!” geram Ryu. “semuanya berawal dari dia!” kata Aruchan sambil menunjuk Runa. “kakak… Aku tak percaya kau lakukan ini. Teganya kau pada Aruchan!” kata Rena. Matanya tampak berkaca-kaca. “Rena?” gumam Hanako. “aku? Kakak mu? Bahkan aku tak menganggap mu sebagai adik sedikit pun!” bentak Runa. “kakak… Tega sekali kau berkata seperti itu!” kata Rena sambil berlinang air mata. “dasar kejam!” kata Aruchan sambil mendorong Runa. Aruchan pun mendekati Runa. “sekali lagi kau berani mengatakan itu di depan aku dan Rena. Awas kau! Tega sekali kau menyakiti saudara kembarmu sendiri! Sungguh kejam!” bentak Aruchan. Aruchan pun segera mengambil gambar itu dan pergi meninggalkan mading. “Rena, Ryu ayo kita susul Aruchan” ajak Hanako. “yang lainnya bubar! Masuk ke kelas!” perintah Ryu sebagai Ketua OSIS.
Di kelas Aruchan sedang geram, ia meremas-remas foto itu sampai menjadi bola. “hhh… Untung saja guru belum ada yang datang… Awas kau Runa!” geram Aruchan.
Aruchan masih geram dengan tingkah Runa yang menurutnya sangat kelewatan ambang batas kesabaran manusia. Tak lama kemudian Ryu, Hanako, Rena dan Keito masuk ke dalam kelas. “Aruchan… Maafkan kakakku ya… Aku menyesal. Maafkan kakakku” kata Rena penuh penyesalan. “bisa-bisanya Rena memanggilnya kakak, padahal hatinya sudah di sakiti oleh saudara kembarnya sendiri.” batin Aruchan. “Aruchan? Kau memaafkan Rena tidak?” tanya Hanako. “untuk apa Rena meminta maaf? Kau tidak salah Rena. Kau tidak perlu minta maaf.” jawabku datar. “wah.. wah… Rupanya putri kodok sedang ngambek di pagi hari ini.” kata Ryu sambil mencubit pipiku. “ah, diamlah aku benar-benar marah tau! Apa kau tidak merasa tersinggung sedikitpun hah?!” kataku agak jengkel. Rena duduk di sebelahku dengan matanya yang berlinang air mata ia menggenggam tangan Aruchan. “Aruchan, aku benar-benar minta maaf… Gomen ne… Gomenasai…” sesal Rena. Air mata Aruchan mulai jatuh, Aruchan pun cepat-cepat menyekanya. “aku memaafkanmu Rena.” kata Aruchan sambil tersenyum. “arigatou, Aruchan” kata Rena lalu memelukku. Kulihat ke 3 sahabatku yang lainnya juga sedang menyeka air matanya. “oh iya, Ryu foto itu foto kapan?” tanya Keito. “foto itu…” kata Ryu lalu terdiam sesaat. Aruchan pun terlihat menunduk. “apa kalian…” sambung Hanako. “TIDAK!” kata Aruchan dan Ryu bersamaan. “lalu?” tanya Rena. “kami adalah sahabat sejak lahir, orangtua kami sangat dekat bahkan bersahabat. Kami dilahirkan pada rumah sakit yang sama, di ruangan yang sama. Foto itu sendiri diambil saat kami ingin pergi ke acara festival musiman musim semi. Saat itu umur kami sudah 10 tahun dan berada di kelas 5 sekolah dasar.” jelas Aruchan. “hingga akhirnya kami masuk di sekolah yang sama sampai sekarang. Karena foto itu jadi banyak yang mengira kami se…” kata Ryu yang terputus. “sepasang putri dan pangeran kodok!” kata Keito tiba-tiba. Pluk! Sebuah jitakan kecil dari Aruchan mendarat mulus di kepala Keito. “jangan bicara sembarangan kau tuan Kuchiro!” kata Aruchan. “nona Morikawa ternyata galak ya” gumam Keito yang rupanya terdengar oleh Aruchan. “apa kau bilang?!” geram Aruchan. “ah, tidak jadi” kata Keito sambil tersenyum ‘aneh’.
Tak lama kemudian bel pun berbunyi. Sepanjang jalannya pelajaran, Aruchan terus melamun sembari melihat bunga sakura dari balik jendela. Entah apa yang ia pikirkan, sampai-sampai ia diomeli sensei Izura Tamako, guru Matematikanya. “pelajaran matematika yang membosankan” batin Aruchan. “nona Morikawa!” teriak sensei Izura. “ah, iya sensei” sontak Aruchan kaget saat di bentak seperti itu. “berapa hasil dari 3y + 5x + 2y + 3x?” tanya sensei Izura. Aruchan terdiam, ia paling kesal dengan pelajaran Matematika. Terutama Aljabar yang membuatnya pusing 7 keliling. “gomennasai, aku tak tahu…” kata Aruchan sambil menunduk. “makanya, lain kali kau harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh! Soal semudah itu kau tak bisa. Mengerti?!” kata sensei. “baik, aku mengerti” kata Aruchan sambil tetap menunduk.
Bel istirahat pun tiba, tampak Aruchan dan sahabatnya sedang makan dikantin. Sahabatnya merasa heran, mengapa wajah Rena begitu murung. “Rena? Ada apa denganmu?” tanya Hanako. “appah… khau sakhitt?” tanya Keito sambil mengunyah agedashi tofu nya. “kau ini, kalau sedang makan jangan banyak bicara!” kata Ryu. “Rena? Apa kau baik-baik saja? Apa kau sakit?” tanya Aruchan. “aku tidak apa-apa” jawab Rena datar. “kau jangan berbohong, wajahmu terlalu pucat untuk di bilang sebagai orang sehat. “kata Ryu lalu meneguk ocha nya. Tiba-tiba bruk! Rena jatuh dari bangkunya. Sontak semua yang ada di kantin kaget melihat Rena. “oh ya ampun! Rena! Rena! Bangun! Rena sadarlah!” kata Aruchan sambil menepuk pipi Rena. “cepat bawa dia ke UKS!” perintah Ryu. “baik, Keito, Hanako, Ryu ayo bantu aku.” kata Aruchan. “baik” kata mereka bersamaan. Aruchan dan yang lainnya pun membawa Rena ke UKS. “dokter Ayumi! Dokter?!” teriak Hanako sambil mengetuk pintu UKS. “iya, ada apa nona Kagami?” tanya dokter Ayumi. “Rena dok, tolong dia! Dia pingsan tadi di kantin” kata Aruchan. “oh ya ampun Rena, ayo cepat bawa dia masuk!” perintah dokter Ayumi. Dokter Ayumi pun memeriksa Rena, dokter Ayumi terlihat agak kaget ketika memeriksa Rena. “cepat panggilkan ambulance!” perintah dokter Ayumi. “apa?!” sontak semua yang ada di UKS kaget. “Rena harus di bawa ke rumah sakit Sakura Hospital secepatnya!” perintah dokter Ayumi. Keito pun segera menelpon ambulance sementara Hanako memanggil pak kepala sekolah. Tak lama kemudian ambulance pun datang, Rena di bawa ke ambulance. “pak, izinkan aku untuk menemani Rena” mohon Aruchan. “tidak Aruchan, kau harus di kelas” kata pak kepala sekolah. “tapi pak, saya tak bisa meninggalkan sahabat saya sendiri!” kata Aruchan. “baiklah kalau begitu” kata pak kepala sekolah. “Ryu, kau temani nona Morikawa. Yang lainnya masuk kelas!” perintah pak kepala sekolah. “baik” kata Ryu. “Aruchan, Ryu kami bergantung padamu” kata Keito. “tenang saja, aku akan menjaga Rena.” kata Ryu. “kau saja? Kejam sekali kau” rajuk Aruchan. “ah, iya maksudku kami. Begitu saja kau sudah cemberut. Sayonara minna!” kata Ryu. “dasar Ryu… Sayonara minna!” kata Aruchan sambil melambaikan tangannya.
Setibanya di rumah sakit, Rena langsung mendapat perawatan. Sementara itu Ryu dan Aruchan menunggu di ruang tunggu. Aruchan sedari tadi mondar-mandir tak karuan di depan pintu, ia tampak gelisah. “nona Morikawa, bisa kau duduk? Aku pusing melihatmu mondar-mandir tanpa tujuan.” kata Ryu. “diamlah, aku sedang resah” kata Aruchan datar. Ryu menarik nafas dan menghembuskannya. “Ru, bukan kau saja yang resah. Semuanya juga resah, tapi mungkin ada 1 yang tidak Resah, yaitu Runa.” kata Ryu. Aruchan tampak kaget, saat Ryu berkata seperti itu. “apa tadi kau bilang? Kau memanggil ku Ru?” kata Aruchan sambil duduk di sebelah Ryu. “memang kenapa?” tanya Ryu datar. “kau… Jangan pernah sebut nama itu lagi!” kata Aruchan. “namamu memang depannya Ru kan?” “cukup! Jangan sebut nama itu lagi!”
“kau aneh, itu namamu sendiri tapi kau tak pernah mau disebut seperti itu!” kata Ryu. “Ryu, kau tidak pernah tahu dan mengerti ada apa di balik nama itu!” “memang ada apa? Nama itu aneh?” tanya Ryu. “Ruru… Itu nama adikku dulu.” kata Aruchan sambil menunduk. “lalu?” “Ruru adalah adikku. Ia meninggal 3 tahun yang lalu karena penyakit leukimianya. Makanya, aku tak mau mengingat kejadian itu lagi, aku terlalu sedih untuk mengingatnya” kata Aruchan. “gomenasai Aruchan…” kata Ryu.
Dokter pun keluar dari ruangan Rena. “bagaimana kabar teman kami dok?” tanya Ryu. “temanmu tidak apa-apa, dia terlalu banyak pikiran. Tapi…” “tapi apa dok?” tanya Aruchan. “tapi, detak jantungnya masih agak lemah.” “apa itu bisa pulih kembali?” “bisa, ia hanya butuh istirahat, ia tak bisa mendengar suara yang terlalu keras terlebih dahulu, karena ia bisa kaget. Sekarang, ia sudah boleh di bawa pulang saya akan memberi kalian resep dan tebuslah ke apotik.” kata dokter. “baik, arigatou gozaimasu dok” kata Aruchan. “do itte” kata dokter lalu pergi meninggalkan Aruchan dan Ryu.
Keesokan paginya di saitama high school, Runa dan Rena mendatangi Aruchan. “mau apa kau? Mau berulah lagi?” tanya Aruchan sinis. Runa menggeleng, “tidak, aku mau minta maaf kepadamu. Aku terlalu jahat kepadamu, maafkan aku” kata Runa. Aruchan terdiam sesaat, “Runa, aku sudah memaafkanmu. Maafkan aku juga jika aku punya salah terhadapmu” kata Aruchan. “arigatou Aruchan” kata Runa sambil memeluk Aruchan. “do itte” bisik Aruchan.
Bel pelajaran telah berbunyi, semua murid pun masuk ke kelasnya masing-masing. “Aruchan, Ryu arigatou ya sudah membawaku ke rumah sakit. Maaf aku merepotkan kalian” kata Rena. “sama sekali tidak kok” kata Aruchan sambil tersenyum. Pelajaran fisika berlangsung dengan tenang, namun Aruchan merasa kepalanya sangat pusing, padahal ia sudah sarapan tadi pagi.
Bel pulang sudah berbunyi, Aruchan jalan dengan gontai keluar kelas. Namun, bruk! Aruchan jatuh pingsan. “Aruchan?!” kata Keito panik. “Hanako, Ryu, Rena! Kemari! Aruchan pingsan!” teriak Keito. “Aruchan! Aruchan bangun Aruchan!” kata Hanako panik. “ayo, bawa dia ke rumah sakit!” kata Rena. “aku akan memberitahu pak kepala sekolah” kata Ryu.
Akhirnya Aruchan pun di bawa ke rumah sakit. Setelah menunggu beberapa lama akhirnya dokter pun keluar dari ruangan. “bagaimana dok?” tanya Rena cemas. “hasil laboraturium menunjukkan. Maaf, teman kalian terkena leukimia yang keadaannya sekarang sudah cukup parah. Jika dalam kurang lebih 4 hari ia tak mendapat donor darah. Maka ia akan pergi dari dunia ini. Kecuali jika tuhan berkehendak lain.” kata dokter. “apa golongan darahnya dok?” tanya Ryu. “golongannya AB. Sementara di rumah sakit ini golongan darah AB sudah habis persediaannya. Jadi, kami akan melihat golongan darah yang cocok.” kata dokter. “terima kasih dok” kata Keito. “baik, saya permisi” kata dokter. Tiba-tiba Rena masuk ke ruangan Aruchan dan dia menangis.
“Aruchan… Hiks, hiks Aruchan…” tangis Rena. Aruchan pun terbangun dari pingsannya. “Rena.. uh.. Hanako, Ryu.. Kei..to..” kata Aruchan terbata-bata. “Aruchan… Mengapa kau, kau tak pernah memberitahu kami tentang penyakitmu…” tanya Hanako. Aruchan terdiam. Namun ia tersenyum dan berkata. “maafkan aku, a..aku tidak i..ingin kalian bersedih… Biarlah a..aku menyusul Ruru… adikku…” kata Aruchan. “tidak, tidak Aruchan kau harus kuat selagi masih ada kesempatan!” kata Ryu. “ta..tapi.. Apa a..aku bi..sa..” kata Aruchan lagi. “tentu saja kau bisa! Aruchan semangatlah seperti Aruchan yang selalu kukenal!” kata Keito. “Aruchan, aku akan menelpon orangtuamu” kata Rena sambil mengeluarkan handphonenya. Namun Aruchan menahan tangan Rena. “percuma kau menelpon mereka… Mereka tak akan kesini…” kata Aruchan. “memang kenapa?” tanya Hanako. “ibuku sudah meninggal 1 tahun yang lalu, ayahku ia pergi entah kemana. Aku tak tahu kabar ayahku. Aku tak tahu ia masih hidup atau tidak. Aku hanya tinggal dengan paman dan bibiku yang sekarang sedang di Amerika.” kata Aruchan. Semuanya terdiam mendengar perkataan Aruchan. “ya tuhan… Penderitaan yang dialami Aruchan sangat berat… Tolonglah dia ya tuhan…” batin Ryu. “sudahlah, kalian tak usah mengkhawatirkanku, pulanglah orangtua kalian pasti cemas…” kata Aruchan.
Semuanya terdiam, namun akhirnya mereka menuruti kata-kata Aruchan. Mereka pun pulang meninggalkan Aruchan. Di sekolah, Aruchan menjadi bahan pembicaraan orang-orang. Keempat sahabatnya itu hanya bisa diam ketika ada yang menanyakan kabar Aruchan. Hari demi hari pun berlalu, hari ini adalah hari ke 3 Aruchan di rumah sakit. Berarti jika esok ia tak mendapat sumbangan darah bergolongan AB maka ia akan pergi untuk selamanya. Aruchan yang sendirian di kamar pasien hanya bisa berdoa memohon kepada yang kuasa agar diberikan jalan keluar.
Keesokan harinya semua sahabat Aruchan mendatangi kamar Aruchan, mereka tampak kaget ketika Aruchan tak ada di kamar rawatnya. “Aruchan!!! Hiks.. Hiks..” tangis Hanako. Ryu dan Keito pun hanya bisa menangis. Mereka pun akhirnya keluar dari ruangan. “dik, mengapa kalian disini?” tanya seorang suster. “suster, apa disini masih ada pasien yang bernama Aruchan? Apa dia masih hidup?” tanya Keito. “oh, kalian mencari Aruchan Morikawa? Dia ada di IGD sekarang. Tadi pagi sekitar jam 6 ada gadis berhati malaikat yang menyumbang darahnya. Sekarang ia mungkin masih bisa hidup karena detak jantungnya masih ada.” jelas suster. “Aruchan… Ah, arigatou gozaimasu” kata Ryu. “do itte” kata suster itu kemudian berlalu meninggalkan mereka. Ryu, Hanako dan Keito berlari menuju IGD. Setelah mencari kamar, akhirnya ia pun menemukan Aruchan. “Aruchan.. Aruchan sadarlah… Ini kami” kata Hanako. “uh.. Ha..nako..” kata Aruchan terbata-bata. “iya Aruchan, ini kami” kata Hanako sambil menangis. “a..a..ku masih hi..dup?” tanya Aruchan. “iya Aruchan.” kata Hanako.
Sekolahnya. Kejadian itu membuat Aruchan kesal. Tiba-tiba dokter masuk ke dalam ruangan Aruchan. “nona Morikawa, berterima kasihlah pada Tuhan. Ia telah memberimu darah dari gadis berhati malaikat.” kata dokter tersebut. “siapa gadis itu dok? Bi..sakah aku bertemu?” tanya Aruchan. “tentu, mari ikut saya” kata dokter. Aruchan dan yang lainnya pun menuju ruangan sebelah. “inilah gadis berhati malaikat itu, ia sedang sekarat karena kekurangan darah.” kata dokter. Semuanya terperanjat dan tidak percaya, terlebih lagi Aruchan, ia tampak sangat shock. “Rena?!” kata mereka kaget. “ya ampun, Rena!” kata Aruchan histeris. “A..ruchan.. Ha..na..ko.. Ry..u.. Kei..to.. Maafkan aku, jika aku banyak salah terhadap kalian… Maafkan aku yang tak bisa jadi sahabat yang baik… Aruchan… Jaga baik-baik ya darah itu, karena kehidupanku masih ada di dirimu. Arigatou gozaimasu atas semuanya… Tolong sampaikan kepada saudara kembarku dan orangtuaku bahwa aku akan pergi menyusul nenekku.” kata Rena lalu ia menghembuskan nafas terakhirnya di dunia ini. “RENAAA!!!” teriak Aruchan histeries. Semua yang ada di ruangan tersebut menangis melihat kepergian Rena. Gadis baik hati yang rela kehilangan nyawanya demi sahabatnya.
Rena akhirnya dimakamkan di pemakaman umum Saitama. Makamnya tepat di bawah pohon sakura. Aruchan dan yang lainnya kini hanya bisa merelakan kepergian Rena. Aruchan masih menangis di bahu Hanako, seakan-akan tak percaya apa yang sudah terjadi dengan Rena dan dirinya. Semua sahabatnya memeluk Aruchan dan menghiburnya, namun Aruchan tetap menangis.
“Aruchan, mengapa kau masih disitu? Ayo bangun, ganti pakaianmu. Kita mengunjungi makam Rena.” kata Hanako. Aruchan menyeka air matanya. Kini, Aruchan telah duduk di kelas 2 SMA bersama Hanako. Ia masih mengingat kejadian 4 tahun yang lalu saat masih ada Rena. Sekarang, di Saitama hanya tinggal Aruchan dan Hanako setelah Ryu dan Keito pindah sekolah ke Amerika.
“hiks.. Hanako.. Hiks.. Aku.. aku.. Merindukan Rena..” kata Aruchan sambil menangis. Hanako merasa sedih, ia pun menangis. Hanako membelai rambut Aruchan, dia pun berkata. “Aruchan, semua yang di takdirkan tuhan itu baik… Relakanlah kepergiannya. Doakan dia agar dia tenang dan bahagia disana. Orang sebaik dia pasti bisa masuk surga.” kata Hanako bijak. “tetapi, itu juga jika Tuhan menghendakinya Hanako…” kata Aruchan sambil menyeka air matanya. “kau harus tetap berfikir positif terhadap takdir tuhan.. sudahlah Aruchan, kau tak bisa terus-menerus berlarut dalam kesedihan. Aruchan yang sekarang berbeda dengan Aruchan 4 tahun yang lalu. Ayolah Aruchan, bangkitlah! Bangkit! Kita doakan Rena.” kata Hanako. Aruchan menatap Hanako, namun akhirnya ia tersenyum. Ia pun bangkit dari tempat tidurnya lalu mandi dan mengganti bajunya.
Di pemakaman umum Saitama…
Setelah ia berdoa untuk Rena. Aruchan duduk di kursi di bawah pohon sakura di sebelah makam Rena. Ah, dia masih membayangkan beberapa tahun lalu. Saat Runa membuat onar di sekolahnya.
Ia masih ingat saat Rena menjelaskan kepadanya tentang alam dan takdir manusia. Ia masih mengingat perkataan Rena. “kau tahu? Sakura ini tak akan bisa abadi. Karena dia sudah mempunyai takdirnya sendiri. Begitu juga kau, Kau akan pergi meninggalkan dunia entah cepat atau lambat.” ia pun masih mengingat percakapannya saat itu. “lihat lah ranting sakura di atas sana” kata Rena sambil menunjuk sebuah ranting sakura jauh diatas sana. Aruchan pun melihat ke atas, ia tak mengerti maksud Rena. “kau tahu? Apa kau bisa menebak dan memastikan mana bunga sakura yang akan jatuh duluan?” tanya Rena. “tentu saja tidak. Mustahil” jawab Aruchan. Rena lagi-lagi tersenyum. “begitu juga kehidupan, kau tidak akan pernah tahu kapan malaikat maut akan menjemputmu pergi bukan?.”
“ah, apa Rena telah menyadari semuanya? Ya tuhan, aku ingin engkau menjaga Rena. Masukkanlah ia ke surgamu… Bahagiakanlah dia… Rena, aku berhutang nyawa padamu. Andai darah ini ada yang jatuh, pasti aku akan sangat menyesal. Karena jika ada darah yang jatuh, itu berarti aku juga telah meneteskan darahmu.” batin Aruchan.
1 tahun kemudian…
Hari ini adalah hari kelulusan Aruchan dan Hanako. Itu juga berarti mereka akan menjadi mahasiswi baru. Hari itu Arruchan sibuk mempersiapkan acara. Hari ini, ia dan teman-teman sekelasnya akan membawakan lagu perpisahan dengan judul Sakura No Ki Ni Narou (Aku Akan Menjadi Pohon Sakura) Aruchan lah yang memilih lagu ini. Ia memilih lagu ini karena ia masih teringat pada Rena dan pohon sakura di musim semi. Pengujung acara pun tiba, Aruchan dan teman-temannya menaiki panggung dengan mengenakan baju sekolah putih dengan almamater pink dan rok kotak biru selutut dengan kaus kaki putihnya. Aruchan maju di tengah-tengah sebagai pemimpin. “Konnichiwa minna, hari ini saya dan teman-teman akan mengalami sebuah masa dimana kami mungkin tak akan lagi disini. Kami berterimakasih kepada para sensei yang telah mengajarkan kami banyak hal, memberi kami ilmu untuk masa depan kami. Maafkan kami selama ini yang mungkin sikap kami selama ini keterlaluan terhadap sensei. Maafkan kami…” kata Aruchan lalu membungkuk diikuti teman-temannya. “haru iro no, sora no shita wo. Kimi wa hitori de aruki hajimeru nda. Itsuka mita yume no yo ni egaite kita nagai michi. Seifuku to sugita hibi wo kyono omoide ni shimai konde Atarashiku umarekawaru sono senaka wo mimamo tsu teru. Fuan so ni furimuku kimi ga furi ni hohoenda toki ni. Hanabiratchi, namida wa. Otona ni narou tame no piriodo. Eien no sakura no ki ni narou~ (aku akan menjadi pohon sakura yang abadi) so boku wa kokokara ugokanai yo(ya, aku tak akan bergerak dari sini)
moshi kimi ga kokoro ni michi ni mayotte mo (ketika hatimu kehilangan arah.)
ai no bashoga wakaru yo ni tatte iru (agar kau tahu dimana cinta itu berada)”
Aruchan menangis bersama teman-temannya. Bunga sakura pun ikut gugur, angin terasa lebih sejuk. “Ah, Rena andai kau disini…” batin Aruchan. Ia pun tersenyum memandang langit. Ya, beginilah kehidupan. Lahir lalu akan kembali lagi ke hadapan tuhan, seperti bunga sakura gugur yang meninggalkan ranting. Inilah hukum dunia yang harus di terima setiap orang. Bunga sakura yang tertinggal pasti kan berkelana dari rantingnya.
Cerpen Karangan: Maylina Khansa Damara